SeniTariAdaah gerakan yang terangkai yang selaras dengan irama, yang memiliki unsur-unsur keindahan seperti,
1. Wirama yaitu gerakan yang selaras dengan irama
2. Wiraga yaitu olah gerak tubuh dari kepala hingga ujung kaki
3. Wiraba yaitu ekspresi yang diungkapkan lewat raut muka atau tubuh
4. Wirupa yaitu tata busana atau tata rias yang di tampillkan oleh penari.
Tarian Indonesia mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman suku bangsa dan budaya Indonesia. Terdapat lebih dari 700 suku bangsa di Indonesia: dapat terlihat dari akar budaya bangsa Austronesia dan Melanesia, dipengaruhi oleh berbagai budaya dari negeri tetangga di Asia bahkan pengaruh barat yang diserap melalui kolonialisasi. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki berbagai tarian khasnya sendiri; Di Indonesia terdapat lebih dari 3000 tarian asli Indonesia. Tradisi kuno tarian dan drama dilestarikan di berbagai sanggar dan sekolah seni tari yang dilindungi oleh pihak keraton atau akademi seni yang dijalankan pemerintah.[1]
1. Wirama yaitu gerakan yang selaras dengan irama
2. Wiraga yaitu olah gerak tubuh dari kepala hingga ujung kaki
3. Wiraba yaitu ekspresi yang diungkapkan lewat raut muka atau tubuh
4. Wirupa yaitu tata busana atau tata rias yang di tampillkan oleh penari.
Tarian Indonesia mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman suku bangsa dan budaya Indonesia. Terdapat lebih dari 700 suku bangsa di Indonesia: dapat terlihat dari akar budaya bangsa Austronesia dan Melanesia, dipengaruhi oleh berbagai budaya dari negeri tetangga di Asia bahkan pengaruh barat yang diserap melalui kolonialisasi. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki berbagai tarian khasnya sendiri; Di Indonesia terdapat lebih dari 3000 tarian asli Indonesia. Tradisi kuno tarian dan drama dilestarikan di berbagai sanggar dan sekolah seni tari yang dilindungi oleh pihak keraton atau akademi seni yang dijalankan pemerintah.[1]
Untuk keperluan penggolongan, seni tari di Indonesia dapat
digolongkan ke dalam berbagai kategori. Dalam kategori sejarah, seni tari
Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga era: era kesukuan prasejarah, era
Hindu-Buddha, dan era Islam. Berdasarkan pelindung dan pendukungnya, dapat
terbagi dalam dua kelompok, tari keraton (tari istana) yang didukung kaum
bangsawan, dan tari rakyat yang tumbuh dari rakyat kebanyakan. Berdasarkan
tradisinya, tarian Indonesia dibagi dalam dua kelompok; tari tradisional dan
tari kontemporer.
Tari Bercorak Prasejarah atau Tari Suku Pedalaman
Sebelum bersentuhan dengan pengaruh asing, suku bangsa di kepulauan Indonesia sudah mengembangkan seni tarinya tersendiri, hal ini tampak pada berbagai suku bangsa yang bertahan dari pengaruh luar dan memilih hidup sederhana di pedalaman, misalnya di Sumatera (Suku Batak, Nias, Mentawai), di Kalimantan (Suku Dayak, Punan, Iban), di Jawa (Suku Baduy), di Sulawesi (Suku Toraja, Suku Minahasa), di Kepulauan Maluku dan di Papua (Dani, Asmat, Amungme).
Banyak ahli antropologi percaya bahwa tarian di Indonesia berawal dari gerakan ritual dan upacara keagamaan.[2] Tarian semacam ini biasanya berawal dari ritual, seperti tari perang, tarian dukun untuk menyembuhkan atau mengusir penyakit, tarian untuk memanggil hujan, dan berbagai jenis tarian yang berkaitan dengan pertanian seperti tari Hudoq dalam suku Dayak. Tarian lain diilhami oleh alam, misalnya Tari Merak dari Jawa Barat. Tarian jenis purba ini biasanya menampilkan gerakan berulang-ulang seperti tari Tor-Tor dalam suku Batak yang berasal dari Sumatera Utara. Tarian ini juga bermaksud untuk membangkitkan roh atau jiwa yang tersembunyi dalam diri manusia, juga dimaksudkan untuk menenangkan dan menyenangkan roh-roh tersebut. Beberapa tarian melibatkan kondisi mental seperti kesurupan yang dianggap sebagai penyaluran roh ke dalam tubuh penari yang menari dan bergerak di luar kesadarannya. Tari Sanghyang Dedari adalah suci tarian istimewa di Bali, dimana gadis yang belum beranjak dewasa menari dalam kondisi mental tidak sadar yang dipercaya dirasuki roh suci. Tarian ini bermaksud mengusir roh-roh jahat dari sekitar desa.Tari Kuda Lumping dan tari keris juga melibatkan kondisi kesurupan.
Tari Bercorak Hindu Budha
Dengan diterimanya agama dharma di Indonesia, Hinduisme dan
Buddhisme dirayakan dalam berbagai ritual suci dan seni. Kisah epik Hindu
seperti Ramayana, Mahabharata dan
juga Panjimenjadi ilham untuk ditampilkan dalam tari-drama
yang disebut "Sendratari" menyerupai "ballet" dalam tradisi
barat. Suatu metode tari yang rumit dan sangat bergaya diciptakan dan tetap
lestari hingga kini, terutama di pulau Jawa dan Bali. Sendratari Jawa Ramayana
dipentaskan secara rutin di Candi
Prambanan, Yogyakarta; sementara sendratari yang bertema sama dalam versi
Bali dipentaskan di berbagai Pura di seluruh pulau Bali. Tarian Jawa Wayang
orang mengambil cuplikan dari episode Ramayana atau Mahabharata. Akan
tetapi tarian ini sangat berbeda dengan versi India. Meskipun sikap tubuh dan
tangan tetap dianggap penting, tarian Indonesia tidak menaruh perhatian penting
terhadap mudra sebagaimana
tarian India: bahkan lebih menampilkan bentuk lokal. Tari keraton Jawa
menekankan kepada keanggunan dan gerakannya yang lambat dan lemah gemulai,
sementara tarian Bali lebih dinamis dan ekspresif. Tari ritual suci JawaBedhaya dipercaya berasal
dari masa Majapahit pada abad ke-14 bahkan lebih awal, tari ini
berasal dari tari ritual yang dilakukan oleh gadis perawan untuk memuja
Dewa-dewa Hindu sepertiShiwa, Brahma, dan Wishnu.
Di Bali, tarian telah menjadi
bagian tak terpisahkan dari ritual suci Hindu
Dharma. Beberapa ahli percaya bahwa tari Bali berasal dari tradisi tari
yang lebih tua dari Jawa. Relief dari candi di Jawa
Timur dari abad ke-14 menampilkan mahkota dan hiasan kepala yang serupa dengan
hiasan kepala yang digunakan di tari Bali kini. Hal ini menampilkan
kesinambungan tradisi yang luar biasa yang tak terputus selama sedikitnya 600
tahun. Beberapa tari sakral dan suci hanya boleh dipergelarkan pada upacara
keagamaan tertentu. Masing-masing tari Bali memiliki kegunaan tersendiri, mulai
dari tari suci untuk ritual keagamaan yang hanya boleh ditarikan di dalam pura,
tari yang menceritakan kisah dan legenda populer, hingga tari penyambutan dan
penghormatan kepada tamu seperti tari pendet. Tari topeng juga
sangat populer di Jawa dan Bali, umumnya mengambil kisah cerita Panji yang
dapat dirunut berasal dari sejarah Kerajaan
Kediri abad ke-12. Jenis tari topeng yang
terkenal adalah tari topeng Cirebon dan topeng Bali.
Tari Bercorak Islam
Tari Bercorak Islam
Sebagai agama yang datang kemudiam, Agama Islam mulai masuk ke kepulauan Nusantara ketika tarian asli dan tarian dharma masih populer. Seniman dan penari masih menggunakan gaya dari era sebelumnya, menganti kisah cerita yang lebih berpenafsiran Islam dan busana yang lebih tertutup sesuai ajaran Islam. Pergantian ini sangat jelas dalam Tari Persembahan dari Jambi. Penari masih dihiasi perhiasan emas yang rumit dan raya seperti pada masa Hindu-Buddha, tetapi pakaiannya lebih tertutup sesuai etika kesopanan berbusana dalam ajaran Islam.
Era baru ini membawa gaya baru dalam seni tari: Tari Zapin Melayu dan Tari Saman Acehmenerapkan gaya tari dan musik bernuansa Arabia dan Persia, digabungkan dengan gaya lokal menampilkan generasi baru tarian era Islam. Digunakan pula alat musik khas Arab dan Persia, seperti rebana, tambur, dan gendang yang menjadi alat musik utama dalam tarian bernuansa Islam, begitu pula senandung nyanyian pengiring tarian yang mengutip doa-doa Islami.
Tarian Pendukung
Tari Keraton
Tarian di Indonesia mencerminkan
sejarah panjang Indonesia. Beberapa keluarga bangsawan; berbagai istana dan
keraton yang hingga kini masih bertahan di berbagai bagian Indonesia menjadi
benteng pelindung dan pelestari budaya istana. Perbedaan paling jelas antara
tarian istana dengan tarian rakyat tampak dalam tradisi tari Jawa. Strata
masyarakat Jawa yang berlapis-lapis dan bertingkat tercermin dalam budayanya.
Jika golongan bangsawan kelas atas lebih memperhatikan pada kehalusan, unsur
spiritual, keluhuran, dan keadiluhungan; masyarakat kebanyakan lebih
memperhatikan unsur hiburan dan sosial dari tarian. Sebagai akibatnya tarian
istana lebih ketat dan memiliki seperangkat aturan dan disiplin yang
dipertahankan dari generasi ke generasi, sementara tari rakyat lebih bebas, dan
terbuka atas berbagai pengaruh.
Perlindungan kerajaan atas seni
dan budaya istana umumnya digalakkan oleh pranata kerajaan sebagai penjaga dan
pelindung tradisi mereka. Misalnya para Sultan dan Sunan dari Keraton Yogyakarta dan Keraton
Surakarta terkenal sebagai pencipta berbagai tarian keraton lengkap
dengan komposisi gamelan pengiring tarian tersebut. Tarian istana juga
terdapat dalam tradisi istana Bali dan Melayu, yang bisanya—seperti di
Jawa—juga menekankan pada kehalusan, keagungan dan gengsi. Tarian Istana
Sumatra seperti bekas Kesultanan
Aceh, Kesultanan Deli di Sumatera Utara, Kesultanan
Melayu Riau, dan Kesultanan Palembang di Sumatera Selatan lebih dipengaruhi
budaya Islam, sementara Jawa dan Bali lebih kental akan warisan budaya
Hindu-Buddhanya.
Tari Rakyat
Tarian Indonesia menunjukkan
kompleksitas sosial dan pelapisan tingkatan sosial dari masyarakatnya, yang juga
menunjukkan kelas sosial dan derajat kehalusannya. Berdasarkan pelindung dan
pendukungya, tari rakyat adalah tari yang dikembangkan dan didukung oleh rakyat
kebanyakan, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Dibandingkan dengan tari
istana (keraton) yang dikembangkan dan dilindungi oleh pihak istana, tari
rakyat Indonesia lebih dinamis, enerjik, dan relatif lebih bebas dari aturan
yang ketat dan disiplin tertentu, meskipun demikian beberapa langgam gerakan
atau sikap tubuh yang khas seringkali tetap dipertahankan. Tari rakyat lebih
memperhatikan fungsi hiburan dan sosial pergaulannya daripada fungsi ritual.
Tari Ronggeng dan
tari Jaipongan suku Sunda adalah
contoh yang baik mengenai tradisi tari rakyat. Keduanya adalah tari pergaulan
yang lebih bersifat hiburan. Seringkali tarian ini menampilkan gerakan yang
dianggap kurang pantas jika ditinjau dari sudut pandang tari istana, akibatnya
tari rakyat ini seringkali disalahartikan terlalu erotis atau terlalu kasar
dalam standar istana. Meskipun demikian tarian ini tetap berkembang subur dalam
tradisi rakyat Indonesia karena didukung oleh masyarakatnya. Beberapa tari
rakyat tradisional telah dikembangkan menjadi tarian massal dengan gerakan
sederhana yang tersusun rapi, seperti tari Poco-poco dari
Minahasa Sulawesi Utara, dan tari Sajojo dari Papua.
Tradisi
Tari Tradisional
Tari tradisional Indonesia
mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman bangsa Indonesia. Beberapa tradisi
seni tari seperti; tarian Bali, tarian Jawa, tarian Sunda, tarian Minangkabau,
tarian Palembang, tarian Melayu, tarian Aceh, dan masih banyak lagi adalah seni
tari yang berkembang sejak dahulu kala, meskipun demikian tari ini tetap
dikembangkan hingga kini. Beberapa tari mungkin telah berusia ratusan tahun,
sementara beberapa tari berlanggam tradisional mungkin baru diciptakan kurang
dari satu dekade yang lalu. Penciptaan tari dengan koreografi baru, tetapi
masih di dalam kerangka disiplin tradisi tari tertentu masih dimungkinkan.
Sebagai hasilnya, muncullah beberapa tari kreasi baru. Tari kreasi baru
ini dapat merupakan penggalian kembali akar-akar budaya yang telah sirna,
penafsiran baru, inspirasi atau eksplorasi seni baru atas seni tari
tradisional.
Sekolah seni tertentu di
Indonesia seperti Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) di Bandung, Institut
Kesenian Jakarta (IKJ) di Jakarta, Institut Seni Indonesia (ISI) yang tersebar di Denpasar, Yogyakarta,
dan Surakarta kesemuanya
mendukung dan menggalakkan siswanya untuk mengeksplorasi dan mengembangkan seni
tari tradisional di Indonesia. Beberapa festival tertentu seperti Festival
Kesenian Bali dikenal sebagai ajang ternama bagi seniman tari Bali untuk
menampilkan tari kreasi baru karya mereka.
Tari Kontemporer
Seni tari kontemporer Indonesia meminjam banyak pengaruh dari luar, seperti tari balet dan tari modern barat. Pada tahun 1954, dua seniman dar Yogyakarta — Bagong Kusudiarjo dan Wisnuwardhana — merantau ke Amerika Serikat untuk belajar ballet dan tari modern dengan berbagai sanggar tari disana. Ketika kembali ke Indonesia pada tahun 1959 mereka membawa budaya berkesenian baru, yang pada akhirnya mengubah arah, wajah dan pergerakan dan koreografi baru, mereka memperkenalkan gagasan seni tari sebagai ekspresi pribadi sang seniman ke dalam seni tari Indonesia.[3] Gagasan seni tari sebagai media ekspresi pribadi seniman telah membangkitkan seni tari Indonesia, dari yang semula selalu berlatar tradisi menjadi ekspresi seni, melalui paparan sang seniman terhadap berbagai latar belakang seni dan budaya yang lebih luas dan kaya. Seni tari tradisional Indonesia juga banyak memengaruhi seni tari kontemporer di Indonesia, misalnya langgam tari Jawa berupa pose dan sikap tubuh serta keanggunan gerakan seringkali muncul dalam pagelaran seni tari kontemporer di Indonesia. Kolaborasi internasional juga dimungkinkan, misalnya kolaborasi seni tari Jepang Noh dengan seni tari teater tradisional Jawa dan Bali.
Tari modern Indonesia juga seringkali ditampilkan dalam dunia industri hiburan dan pertunjukan Indonesia, misalnya tarian pengiring nyanyian, pagelaran musik, atau panggung hiburan. Kini dengan derasnya pengaruh budaya pop dari luar negeri, terutama dari Amerika serikat, beberapa tari modern seperti tari jalanan (street dance) juga merebut perhatian kaum muda Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar